Kamis, 23 Desember 2010

Khawarij


PEMIKIRAN KALAM KHAWARIJ
Oleh: M. Imam Pamungkas, S.Pd.I

 

A. SEJARAH KHAWARIJ


Secara bahasa, khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu خوارج
, yang asal katanya dari خرخ - يخرج (khoroja) yang berarti keluar, muncul, timbul, dan berontak. Khawarij merupakan istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan atau kepemimpinan khalifah 'Ali bin Abi Thalib, kemudian menolaknya. Aliran ini pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, yang terpusat di daerah yang kini ada di Irak Selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah. Dinamakan khawarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin ('Ali bin Abi Thalib) karena tidak setuju dengan tahkim atau arbitrase sebagai jalan keluar dalam penyelesaian persengketaan antara khalifah dengan Muawiyah bin Abi Sofyan. Tetapi Harun Nasution mengatakan ada pula yang berpendapat bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100 dari Surat an-Nisa, yang di dalamnya disebutkan: "...keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya". Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdi diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka pun menyebut dirinya Syurah, yang berasal dari kata Yasyri (mengorbankan), sebagaimana disebutkan dalam ayat 207 dari Surat Al-Baqarah: "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah". Nama Haruriah juga diberikan kepada mereka, yang berasal dari kata Harura, yaitu satu desa yang terletak di dekat kota Kufah (Irak).
Kematian khalifah 'Utsman bin 'Affan secara tragis melalui tangan para perusuh tahun 35 H telah menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa yang mengguncang tubuh umat Islam. Salah satu di antaranya adalah perang Shiffin, 2 tahun setelah 'Ali bin Abi Thalib dibai'at jadi khalifah menggantikan 'Utsman bin 'Affan.
Kabar kematian 'Ustman bin 'Affan kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah bin Abu Sufyan, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin 'Affan. Sesuai dengan syari'at Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman bin 'Affan. Mendengar berita ini, orang-orang khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan 'Ali bin Abi Thalib berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang Shiffin karena perbedaan dua pendapat tersebut. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarij pun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan 'Ali bin Abi Thalib. Mereka merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan 'Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil mereka bunuh hanya 'Ali bin Abi Thalib.
Perang besar antara kubu 'Ali bin Abi Thalib dengan kubu Mu'awiyah bin Abi Sufyan itu, tidak hanya memecahkan umat Islam menjadi dua kubu besar secara politis, tetapi juga melahirkan dua aliran pemikiran yang secara ekstrem selalu bertentangan yaitu Khawarij dan Syi'ah. Misalnya Khawarij mengkafirkan dan menghalalkan darah 'Ali bin Abi Thalib, sementara Syi'ah belakangan mengkultuskan 'Ali bin Abi Thalib. Sekalipun semula kedua aliran tersebut bersifat politik tapi kemudian untuk mendukung pandangan dan pendirian politik masing-masing, mereka memasuki kawasan pemikiran agama (baca: teologi).

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More